Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Misteri Sigale-gale, Patung Kayu yang Bisa Bergerak dengan Sendirinya

Misteri Sigale-gale, Patung Kayu yang Bisa Bergerak dengan Sendirinya.jpg

Kalau berbicara soal budaya dan tradisi, Indonesia memang tidak ada habisnya. Dengan beragamnya suku bangsa di Indonesia, membuat tiap daerah punya budaya dan tradisinya masing-masing, salah satunya adalah patung Sigale-gale dari Pulau Samosir, Sumatera Utara.

Sigale-gale adalah patung berbentuk manusia yang biasa ditaruh di depan rumah warga di Pulau Samosir. Ukuran patung yang terbuat dari kayu ini bisa sebesar ukuran manusia dewasa dan sering dipakaikan pakaian adat Batang. Saat ini patung Sigale-gale sudah jarang ditemui, bahkan di Pulau Samosir itu sendiri, tapi memang masih ada sebagian yang menyimpan patung Sigale-gale bahkan masih layak digunakan. Lantas, apa kegunaan patung kayu yang yang satu ini?

Dulu patung Sigale-gale biasanya digunakan dalam pelaksanaan upacara kematian di daerah Samosir. Upacara ini dilakukan dengan iringan gondang sabangunan dan diikuti dengan tarian tor-tor yang dilakukan oleh anggota keluarga terutama anak laki-laki dari keluarga dekat. Tarian ini dipercaya untuk mengantarkan arwah mendiang keluarga. Konon, jika sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka boneka sigale-gale dianggap sebagai pengganti anak laki-lakinya.

Patung ini kabarnya punya semacam misteri yaitu dimana patung Sigale-gale bisa bergerak dengan sendirinya tanpa bantuan manusia. Orang-orang percaya kalau arwah orang yang meninggal akan masuk ke dalam patung Sigale-gale dan hal itulah yang membuat patung tersebut bergerak. Bahkan, patung ini juga bisa mengeluarkan air mata secara tiba-tiba. Hal semacam ini untuk orang Indonesia bukanlah hal yang aneh, sebuah budaya yang didalamnya terdapat unsur cerita mistis sudah menjadi hal yang biasa, meskipun belum bisa dibuktikan secara nyata kebenarannya, termasuk patung Sigale-gale. Untuk saat ini, ketika digunakan di sebuah acara, patung Sigale-gale akan digerakan oleh manusia lewat benang-benang yang terhubung pada patung Sigale-gale. Konon katanya benang yang terhubung ke patung Sigale-gale sama dengan jumlah urat nadi yang ada pada manusia. Biasanya gerakan yang dilakukan oleh patung ini adalah kepala yang bisa diputar ke kanan maupun kiri, dan juga mata serta lidahnya dapat bergerak.

Selain bisa bergerak sendiri, misteri Sigale-gale juga ada pada proses pembuatannya dimana si pembuat patung ini kabarnya akan meninggal setelah patung selesai dibuat kemudian roh si pembuat akan masuk ke dalam patung tersebut. Untuk menghindari hal ini, biasanya satu patung Sigale-gale akan dibuat oleh orang yang berbeda-beda, ada yang membuat bagian kepalanya, kakinya, tangannya, dan bagian lainnya.

Seperti kebanyakan budaya, peninggalan, dan adat istiadat di Indonesia lainnya, Sigale-gale juga punya kisah legenda asal-usulnya meskipun kebenarannya memang dipertanyakan, namanya juga kisah legenda.

Seorang lelaki, Datu Panggana, adalah seorang ahli patung yang sangat terkenal di sebuah huta (desa). Begitu terkenal sampai makam raja pun dibuatnya. Suatu hari Datu Panggana ingin membuat patung sebagai pajangan di rumahnya, lalu ia pergi ke hutan. Di hutan, Datu Panggana melihat sebatang pohon kayu kering yang sangat mencolok di antara pepohonan lain. Pohon itu tingginya menyamai ukuran manusia, tidak berdaun dan tidak beranting. Kemudian Datu Panggana memahat menjadi patung seorang perempuan.

Selang berapa waktu, Datu Panggana didatangi oleh Bao Partigatiga, seorang pedagang keliling yang menjual barang berupa pakaian dan perhiasan emas. Bao Partigatiga mencoba mengenakan pakaian dan perhiasan pada patung itu. Patung tampak sangat cantik dan seakan-akan hidup. Ketika hari sudah senja, Bao Partigatiga hendak mengambil kembali pakaian yang dikenakan pada patung tersebut. Alangkah terkejutnya, pakaian yang dikenakan, tidak bisa dilepas lagi, Bao Partigatiga kecewa, lalu melanjutkan perjalanannya.

Keesokan harinya, seorang dukun penawari, yang mempunyai keahlian mengobati, memanggil roh, serta mempunyai obat ajaib, yang bernama Datu Partaoar, pergi ke luar rumah seperti biasanya hendak mengobati pasien ke huta seberang. Untuk menuju huta tersebut, Datu Partoar terbiasa melewati jalan pintas. Di perjalanan, Datu Partoar melihat patung wanita tersebut dan terkagum-kagum. Dalam hati Datu Partoar berkeinginan mencoba untuk membuat patung itu hidup, dengan beberapa tetes dan mantra-mantra andalannya. Berkat keahlian Datu Partoar, patung wanita tersebut mulai bergerak bagaikan gerakan manusia. Kemudian Datu Partoar membawa pulang ke desanya. Istrinya menyambut dengan gembira. Akhirnya, Datu Partoar beserta istrinya mengangkat sebagai anak dan diberi nama Nai Manggale.

Upacara pengangkatan anak dilaksanakan oleh keluarga Datu Partaoar dengan cara membawa Nai Manggale ke pekan. Di pekan Nai menari dengan lemah gemulai, sehingga orang-orang yang menyaksikannya turut pula menggerak-gerakkan badan mereka seirama dengan lenggak-lenggok Nai Manggale.

Kabar tentang Nai Manggale itu sampai pula kepada pemahat patung Datu Panggana dan Bao Partigatiga yang juga merasa punya andil pada patung tersebut. Datu Panggana dan Bao Partigatiga menyambangi ke rumah Datu Partoar. Terjadilah pertengkaran di antara mereka bertiga, memperebutkan diri Nai Manggale. Datu Panggana yang semula membuat patung perempuan itu merasa lebih berhak atas Nai Manggale. Bao Partigatiga yang mempercantik patung dengan memberi pakaian dan perhiasan juga merasa lebih berhak atas Nai Manggale, begitu juga dengan Datu Partoar, tanpanya dirinya patung itu takkan bisa hidup. Terjadilah pertengkaran hebat yang tidak bisa mereka selesaikan.

Konflik di antara mereka bertiga akhirnya sampai ke hadapan raja, namun raja juga tidak dapat menyelesaikannya. Raja menyarankan untuk menyelesaikan persoalan itu kepada Si Aji Bahir-bahir. Si Aji Bahir-bahir adalah seorang tokoh yang dituakan di huta tersebut dan dapat menyelesaikan permasalahan di antara mereka bertiga. Adapun keputusan yang disetujui oleh masing-masing pihak, ialah bahwa dukun Datu Partoar (dukun penawari) dianggap sebagai bapak dan berhak memberi berkat dalam perkawinan Nai Manggale. Bao Partigatiga (pedagang) sebagai abang (mariboto), berhak menerima bagian emas kawin (wang mahar). Pemahat patung Datu Panggana diangkat menjadi paman (tulang) dan akan memperoleh bagian pula sebagai paman.

Datu Partiktik yang tinggal di huta sebelah telah mendengar akan kecantikan Nai Manggale. Datu Partiktik pun datang meminang Nai Manggale. Akan tetapi, Nai Manggale menolak pinangan tersebut. Datu Partiktik tidak kehabisan akal, Datu Partiktik pun menggunakan ilmu sihirnya untuk menaklukkan hati Nai Manggale. Berkat ilmu sihir tersebut akhirnya Nai Manggale bersedia menikah dengan Datu partiktik.

Setelah sekian lama mengarungi bahtera rumah tangga, namun tidak juga ada tanda-tanda untuk mempunyai anak. Penantian yang panjang membuat Nai Manggale akhirnya jatuh sakit lalu meninggal. Sewaktu Nai Manggale masih sakit dia berpesan kepada suaminya, bahwa ia harus meminta kepada Datu Panggana untuk membuatkan patung sebesar dirinya dan diberi nama Sigalegale. Kalau amanah itu tidak dilaksanakan, maka roh Nai Manggale tidak akan diperkenankan tinggal di alam baka. Ia tak akan sentosa, akibatnya Nai Manggale terpaksa mengutuk Datu Partiktik agar tidak memperoleh putra dan putri apabila kelak dia kembali menikah. Datu Partiktik pun segera melakukan apa yang telah dipesankan oleh istrinya. Dengan alasan itulah patung Sigale-gale dibuat untuk seseorang yang meninggal tanpa mempunyai anak, agar begu atau arwahnya tidak terkena siksa.

Itu adalah salah satu kisah asal-usul patung Sigale-gale. Kisah lain adalah cerita tentang seorang raja dan putra kesayangannya. Sigale-gale merupakan boneka kayu yang dibuat untuk membahagiakan Raja Rahat, raja dari salah satu kerajaan di Pulau Samosir.

Konon Raja Rahat memimpin negerinya dengan bijaksana. Sayangnya, istri Raja sudah lama meninggal dunia. Raja hanya punya seorang anak lelaki yang bernama Manggale. Manggale sangat dihormati dan disegani seluruh rakyat di negeri itu karena ketangkasannya berperang. Ia menjunjung tinggi kebenaran. Sama seperti sang Raja, ayahnya, Manggale pun sangat mencintai rakyatnya.

Ketenteraman di negeri itu terusik ketika suatu hari prajurit membawa berita bahwa di hutan perbatasan berkumpul prajurit negeri tetangga. Prajurit negeri tetangga hendak menyerang, menjarah harta kekayaan yang ada di negeri itu. Tentu saja Raja tidak tinggal diam mendengar kabar itu. Raja mengumpulkan semua penasihat, juga Manggale selaku panglima perang. Setelah semua dipersiapkan, maka berangkatlah Manggale bersama prajurit terbaiknya.

Selama Manggale dan prajurit pergi berperang, hati Raja tidak tenang. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa anak kesayangannya. Sampai kemudian, sebagian prajurit pulang. Tidak ada Manggale di antara mereka. Manggale tewas di medan pertempuran. Raja sangat sedih. Anak kebanggaannya, pewaris kerajaan, telah meninggal dunia. Seluruh rakyat juga sedih dan merasa kehilangan.

Akhirnya, Raja jatuh sakit. Para penasihat Raja sudah memanggil banyak datu, tetapi tidak ada yang mampu menyembuhkan Raja. Seorang datu memberi saran pada penasihat kerajaan untuk membuat patung kayu yang wajahnya sangat mirip dengan wajah Manggale. Penasihat kerajaan mengikuti saran itu. Dipanggilah pemahat terbaik di kerajaan untuk mengerjakan patung itu. Pembuatan patung dilakukan jauh di dalam hutan, karena Manggale tewas di dalam hutan. Jadi, datu meyakini roh Manggale masih berada di dalam hutan itu. Sang pemahat menggunakan kayu pohon nangka sebagai bahan karena kayu nangka sangat keras.

Wajah patung itu sangat mirip dengan wajah Manggale. Kemudian, datu menggelar ritual dengan meniup sordam dan memainkan gondang sabangunan untuk memanggil roh Manggale. Roh Manggale dimasukkan ke dalam patung yang mirip wajahnya itu. Patung itu diangkut menuju istana dengan iringan sordam dan gondang.

Karena patung itu sangat mirip dengan putra kesayangannya yang telah meninggal. Kerinduan sang raja pada Manggale sedikit demi sedikit terobati. Apalagi patung itu bisa menari sendiri karena datu sudah memasukkan roh Manggale ke dalamnya. setiap Raja rindu dengan putranya, ia akan manortor (melakukan tor-tor/menari) bersama patung itu. Seluruh rakyat ikut manortor setiap Raja melakukannya. Kemudian, Raja memberi patung ini nama sigale-gale yang artinya, si lemah lembut, atau si lemah lunglai.

Pemahat yang berhasil membuat patung yang mirip wajah Manggale, meninggal dunia tidak lama setelah ia menyelesaikan patung itu. Dari sinilah datangnya kepercayaan di masyarakat Batak bahwa pembuat patung sigale-gale harus menyerahkan jiwanya pada patung buatannya supaya patung bisa bergerak seperti hidup.

Misteri Sigale-gale tetaplah menjadi misteri sampai sekarang. Yang pasti, patung Sigale-gale adalah salah satu budaya yang harus dijaga, bukan hanya oleh warga di Pulau Samosir saja, tapi kita semua sebagai warga Indonesia. Percayalah, sebuah budaya itu mahal harganya, nilai sejarahnya adalah sebuah hal yang tak bisa dibeli oleh nominal berapapun.

Keywords: apa itu sigale gale, bagaimana patung sigale-gale bisa menari, di mana patung sigale-gale berada, dimana sigale gale, dimana terdapat patung sigale-gale, siapa yang membuat nama sigale gale, artinya sigale-gale, desain motif patung sigale-gale adalah bentuk, sigale gale adalah, dalam bahasa inggris, dance, samosir, tomok, adalah contoh karya seni rupa dalam bentuk, berasal dari

Posting Komentar untuk "Misteri Sigale-gale, Patung Kayu yang Bisa Bergerak dengan Sendirinya"