Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Misteri Yeti, Monster Penghuni Pegunungan Bersalju

Misteri Monster Yeti.jpg

Berbicara soal makhluk mitologi itu pasti sangat menarik. Bentuknya yang terkesan unik serta keberadaannya yang masih menjadi tanda tanya membuat makhluk-makhluk mitologi selalu diperbincangkan. Salah satunya adalah makhluk mitologi bernama Yeti.

Apa Itu Yeti?


Yeti adalah monster yang dipercaya mendiami wilayah bersalju di Pegunungan Himalaya. Himalaya sendiri adalah sebuah barisan pegunungan di Asia, yang memisahkan anak benua India dari dataran tinggi Tibet. Himalaya merupakan tempat gunung-gunung tertinggi di dunia seperti Gunung Everest dan Kangchenjunga. Secara etimologi, Himalaya berarti "tempat kediaman salju" dalam bahasa Sanskerta (dari hima "salju" dan aalaya "tempat kediaman"). Himalaya memanjang sepanjang lima negara yakni Pakistan, India, Tiongkok, Bhutan dan Nepal. Himalaya adalah sumber dua sistem sungai besar dunia, Sungai Indus dan Sungai Ganga-Brahmaputra. Sekitar 750 juta orang tinggal di daerah sekitar aliran air dari Himalaya, yang termasuk Bangladesh.

Daerah Pegunungan Himalaya.jpg
Wilayah Pegunungan Himalaya

Yeti berjalan dengan dua kakinya dan memiliki bentuk seperti kera namun ukurannya jauh lebih besar dari manusia. Makhluk ini sering juga disebut Abominable Snowman (manusia salju yang keji), sementara di daerah Himalaya sendiri Yeti juga biasa dipanggil Meh-Teh dan sudah menjadi bagian sejarah serta mitologi disana. Cerita Yeti mulai menjadi bagian budaya populer pada abad ke-19, sampai sekarang monster ini sudah muncul diberbagai media hiburan seperti film. Menurut H. Siiger, Sebelum Abad ke-19, Yeti adalah bagian dari kepercayaan pra-buddhis dari beberapa orang Himalaya. Dia diberitahu bahwa orang-orang Lepcha menyembah "makhluk gletser" sebagai Dewa Pemburu. Dalam mitologi Buddha, Yeti adalah makhluk tenang (damai), yang sangat pemalu, dan hidup di gua bersalju pada gletser di India.

Yeti memang dikenal tinggal di daerah bersalju, tetapi menurut para pemburu di Himalaya, Yeti tidak tinggal di wilayah bersalju. Yeti tinggal di hutan Himalaya yang paling tinggi. Di sana Yeti berayun di pepohonan menggunakan sepasang tangan dan kakinya. Namun, saat melintasi padang salju, Yeti berjalan tegak dengan tubuh agak sedikit membungkuk. Lalu untuk apa Yeti melintasi padang salju? Menurut dugaan para Sherpa (pemandu pendakian di Pegunungan Himalaya), Yeti mencari makanan berupa lumut yang mengandung garam yang tumbuh di batu moraine. Ada juga ahli yang mengatakan Yeti mencari lumut kerak yang kaya gizi.

Ekspedisi & Laporan Penampakan Yeti


Pada tahun 1832, Journal of the Asiatic Society of Bengal menerbitkan sebuah laporan dari seorang penjelajah Inggris yaitu B. H. Hodgson. Ia mengatakan melihat seekor makhluk yang penuh bulu panjang dan gelap yang menurutnya adalah seekor orang utan. Jika itu orang utan, maka orang utan itu berada di tempat yang jauhnya lebih dari 6.000 kilometer dari tempat asalnya di Sumatera dan mungkin kedinginan serta kebingungan. Meskipun kabarnya Yeti Telah terlihat di sekitar Himalaya sejak 6 Masehi, tapi ini adalah catatan resmi pertama yang merujuk pada Yeti.

Pada September 1921, seorang pria bernama
Colonel Charles Kenneth Howard-Bury melakukan ekspedisi perdana untuk membuktikan keberadaan Yeti. Ia pun bersama timnya mulai mendaki Gunung Everest sebelah Utara. Dalam pendakiannya tersebut, ia mengaku melihat makhluk besar berukuran 17 ribu kaki berjalan sepanjang salju di Lhapta-la Pass. Jejak kaki makhluk besar itu memiliki kemiripan dengan jejak kaki manusia. Bahkan Howard-Bury menyebutnya sebagai snow-man footprint.

Pada tahun 1925, fotografer N. A. Tombazi mencatat pengalamannya melihat Yeti, yang disebutkan sebagai sesosok makhluk tinggi dan telanjang yang menarik-narik tanaman
rhododendron di ketinggian 4.500 meter.

Sebelum dimulainya Perang Dunia II, Nazi juga tertarik untuk meneliti sosok Yeti ini, dan mengirim sebuah ekspedisi ke Nepal untuk menyelidikinya.

Peter Byrne melaporkan bahwa ia menemukan jejak Yeti pada tahun 1948, di Utara Sikkim, India, di dekat gletser Zemu, saat sedang berlibur dari penugasan Angkatan Udara Kerajaan di India.

Pada tahun 1951, seorang pendaki bernama Eric Shipton melakukan pendakian di Pegunungan Himalaya. Ia melakukan pendakian tersebut bersama Michael Ward, Edmund Hillary, dan anggota ekspedisi lainnya. Dalam pendakian tersebut, Eric berhasil mengabadikan sebuah foto yang mereka yakini sebagai jejak kaki Yeti. Dalam foto tersebut jejak kaki itu disandingkan dengan sebuah sepatu, dari situ bisa terlihat kalau ukuran jejak kaki yang katanya Yeti tersebut sedikit lebih besar dibanding kaki manusia.

Jejak Kaki Yeti.jpg
Foto hasil jepretan Eric Shipton yang memperlihatkan jejak kaki Yeti

Daily Mail Inggris juga turut serta mengirim ekspedisi ke Nepal pada tahun 1953. Mereka mencetak sebuah artikel setahun kemudian tentang penemuan kulit kepala Yeti. Tapi ketika melihat laporan mereka, Profesor Frederic Wood Jones menyimpulkan bahwa itu bukanlah kulit kepala dan bukan pula berasal dari hewan berjenis kera.

Pada tahun 1970, pendaki gunung dari Inggris, Don Whillans, mengaku telah menyaksikan makhluk itu ketika berada di Annapurna (salah satu gunung yang berada di pegunungan Himalaya). Menurut Don, ketika memandu untuk mencari perkemahan, dia mendengar beberapa teriakan aneh. Menurut Sherpa-nya, itu adalah suara panggilan Yeti. Ketika malam hari, sebuah makhluk gelap bergerak di dekat kampnya. Keesokan harinya, dia mendapati beberapa jejak kaki mirip manusia di salju, dan pada sore harinya, dengan menggunakan teropong, dia melihat makhluk bipedal seperti kera selama 20 menit, yang tampak sedang mencari makanan, tidak jauh dari kamp miliknya.

Meskipun dikenal sebagai penghuni pegunungan bersalju di Himalaya, ternyata laporan penampakan Yeti juga terjadi di tempat lain. Seorang doktor ilmu sejarah dan direktur di organisasi non-pemerintah Pusat Ilmu Hominid Internasional, Igor Burtsev pernah mengatakan hampir setiap hari menerima laporan dari seluruh wilayah Rusia yang mengaku telah melihat Yeti. Burtsev sendiri adalah peneliti Yeti. Ia telah mengumpulkan bukti-bukti tentang Yeti selama lebih dari 50 tahun.

Salah satu penampakan baru-baru ini dari manusia salju terjadi di Krasnodar. Seorang lelaki 30 tahun mengaku kepada Burtsev telah berpapasan dengan sesosok makhluk yang tinggi dan berbulu saat sedang berkemah dengan sekelompok remaja di pegunungan. Akibatnya pria itu mengaku takut untuk berpetualang ke hutan.

"Laporan yang saya dapatkan lebih banyak dari Rusia dibanding negara-negara lain," ujar Burtsev.

"Rata-rata, banyak warga yang mengaku melihat Yeti atau jejak langkahnya di Pegunungan Kaukasus, Krasnodar, Kirov, Kemerovo, dan Novosibirsk di Yakutia, bahkan di Moskow," tambahnya.

Dengan beredarnya rekaman terkenal Patterson-Gimplin Bigfoot pada 1967, peneliti Rusia langsung menjadi yang pertama untuk meneliti keasliannya. Menurut Burtsev, sebuah tim besar yang terdiri dari spesialis (termasuk biomekanik, kriminolog, dan sinematografer) secara seksama meneliti rekaman itu dan menyimpulkan bahwa rekaman itu asli. Rekaman itu menunjukkan sesosok raksasa Yeti perempuan dengan tinggi 210 sentimeter.

Perkembangan penting dalam penelitian makhluk salju yang misterius dan menakutkan kembali didapatkan pada 1970-an, saat Burtsev bertolak ke Abkhazia untuk mempelajari mayat dari sosok terduga Yeti perempuan tersebut yang dikenal dengan nama Zana. Setelah beberapa kali ekspedisi, ia kembali ke rumah dengan dua tulang besar, yang diduga dimiliki Zana dan anaknya, namun kurangnya dana menghentikan penelitiannya hingga saat ini.

Memasuki abad ke-21, para peneliti di Rusia mulai mengumpulkan bukti-bukti fisik yang membuktikan keberadaan Yeti di Rusia maupun luar negeri.

"Kami mulai menemukan susunan kayu buatan tangan, kerajinan tangan, dan simbol-simbol yang mirip dengan temuan-temuan di negara lain. Meliputi wilayah Inggris, Selandia Baru, Australia, Kanada, dan AS," ujar Burtsev.

"Ada beberapa temuan di mana pohon dikuliti dan dikubur terbalik, dan untuk melakukannya membutuhkan kekuatan besar yang manusia tak bisa lakukan," tambahnya.

Keterangan saksi juga mengatakan, Yeti memiliki kekuatan paranormal dan kemampuan mengerti manusia. Beberapa tahun terakhir, peneliti Amerika sudah selangkah lebih maju, dengan mengatakan bahwa makhluk berbulu itu punya bahasa sendiri, dan masih ada hubungannya dengan manusia. Namun dunia ilmu pengetahuan tidak menganggap temuan itu dengan serius.

"Dugaan keberadaan makhluk salju ini harus ditelaah lagi. Hal ini belum pasti," ujar Sergey Sharakshane selaku Juru Bicara Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.

"Tidak ada bukti valid dan kita tidak bisa mengacu pada keterangan saksi," tambah Sharakshane.

Laporan paling menggemparkan tentang Yeti di Rusia terjadi pada tahun 1959. Kisah ini terjadi tepatnya pada 2 Februari 1959 di Pegunungan Ural, Rusia. Sebuah kelompok beranggotakan sembilan orang yang dipimpin oleh Igor Dyatlov memutuskan untuk berkemah di sebuah bukit yang nantinya akan diberi nama Dyatlov Pass. Malam itu, para pendaki tiba-tiba diserang oleh sesuatu yang langsung membantai mereka. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai "Insiden Dyatlov Pass". Karena di lokasi kejadian terdapat beberapa jejak aneh, sebuah teori muncul bahwa kelompok tersebut telah diserang oleh Yeti. Pada tahun 2014, Discovery Channel menayangkan sebuah acara berjudul Yeti Rusia: The Killer Lives, yang menciptakan dugaan bahwa sembilan pejalan kaki yang dipimpin Igor tersebut memang dibunuh oleh sosok Yeti. Acara dokumenter tersebut memperlihatkan luka para korban yang telah meninggal, dan berpendapat bahwa itu disebabkan oleh sesuatu dengan kekuatan yang jauh lebih kuat daripada manusia. Namun sampai hari ini, tidak diketahui apa yang sebenarnya terjadi pada para pendaki tersebut, sehingga membuat mereka semua terbunuh secara misterius.

Misteri Yeti Terpecahkan?


Dalam sebuah buku berjudul My Quest for the Yeti, Reinhold Messner mengaku pernah bertatap muka dengan Yeti. Reinhold sendiri adalah seorang pendaki profesional asal Italia yang terkenal akan ekspedisi solonya. Reinhold bahkan menjadi orang pertama yang melakukan pendakian seorang diri tanpa menggunakan cadangan oksigen di Gunung Everest. Reinhold mengklaim bertemu dengan Yeti, bahkan ia mengaku membunuhnya di Nepal. Namun, menurutnya Yeti bukanlah monster seperti kepercayaan orang-orang kebanyakan, ia mengatakan kalau Yeti hanyalah beruang yang ada di Himalaya, entah itu beruang coklat Himalaya atau beruang biru Tibet.

Pendapat Reinhold ini pun kemudian dibenarkan oleh Profesor Bryan Sykes yang merupakan ketua tim peneliti dari Universitas Oxford. Pada penelitiannya, Sykes melakukan uji DNA dari kulit kepala dan tulang yang diduga merupakan milik Yeti. Dari penelitiannya itu pun, Sykes berkesimpulan bahwa Yeti sebenarnya adalah hasil persilangan antara beruang kutub dan beruang cokelat. Menurutnya, Yeti adalah spesies baru dari rangkaian evolusi.

Sementara itu, pada suatu wawancara, Reinhold berujar bahwa cerita turun temurun mengenai Yeti dan juga mitosnya yang seolah-olah sebagai makhluk liar dan mengerikan tak lain dibuat untuk kebaikan manusia sendiri. Cerita yang beredar dari nenek moyang tersebut diharapkan dapat membuat para pendaki lebih waspada dan tidak melakukan pendakian seorang diri.

Pada tahun 2003, peneliti Jepang dan pendaki gunung, Dr. Makoto Nebuka, menerbitkan hasil studi linguistik selama dua belas tahun, yang menyatakan bahwa kata Yeti adalah perubahan dari kata Meti, sebuah istilah logat daerah untuk seekor beruang. Makoto mengklaim bahwa etnis Tibet takut dan menyembah beruang sebagai makhluk gaib. Klaim Makoto tersebut langsung mendapat kritikan, dan dia dituduh telah melakukan kecerobohan yang berkenaan dengan ilmu bahasa.

Ada juga spekulasi yang mengatakan bahwa makhluk yang dilaporkan sebagai Yeti itu bisa jadi adalah kera raksasa Gigantophitecus. Namun, Yeti pada umumnya digambarkan sebagai bipedal, sedangkan kebanyakan ilmuan percaya bahwa Gigantophitecus berjalan dengan tangan dan kakinya seperti gorila. Kecuali jika kera raksasa tersebut bisa berevolusi secara khusus menjadi bipedal dan berjalan tegak.

Dr. Charlotte Lindqvist, seorang profesor asal Denmark bersama timnya mencoba menyudahi misteri tentang Yeti. Ia mengumpulkan sembilan sampel bukti Yeti yang terdiri dari tulang, kulit, gigi, dan rambut kemudian menelitinya, apa hasilnya?

"Temuan kami mengukuhkan bahwa dasar-dasar biologis legenda Yeti dapat ditemukan dalam beruang-beruang setempat," kata Dr. Charlotte.

Hasilnya, satu dari beruang hitam Asia, satu dari beruang cokelat Himalaya, enam dari beruang cokelat Tibet, dan satu lagi yang merupakan gigi berasal dari anjing. Apakah dengan ini misteri Yeti terpecahkan? Bisa saja, karena beberapa jenis beruang bisa berjalan dengan dua kaki belakangnya yang jika dilihat secara samar-samar bisa seperti manusia raksasa berbulu. Atau bisa saja, sampel-sampel itu memang berasal dari beruang dan manusia tak pernah menemukan sampel Yeti karena Yeti tinggal ditempat yang jauh dari kehidupan manusia. Siapa yang tahu?

"Yeti hanyalah mitos, yang sama sekali tidak pernah menggunakan sudut pandang ilmiah," ujar Dr. Charlotte, seperti yang dilansir oleh LA Times.

Meskipun sudah ada penelitian yang membantah terkait keberadaan Yeti, sebagian orang masih tetap meyakini kalau eksistensi makhluk ini benar adanya.

"Saya pikir masih ada kemungkinan bahwa ada spesies primata atau yang lebih canggih dari primata yang belum dikenal, yang masih harus diselidiki keberadaannya di Asia Tengah," kata Jonathan Downes, direktur Center for Fortean Zoology, kepada Guardian.

Baca juga: Misteri Kraken, Sebatas Legenda atau Nyata?

Yeti adalah makhluk legenda, mitologi, dan misterius maka biarkanlah makhluk itu tetap seperti itu.

Referensi:
www.wikipedia.org
www.bbc.com
www.liputan6.com
www.techno.okezone.com
www.mediasulsel.com
www.bobo.grid.id
www.boombastis.com
www.merinding.com
www.blogmisteritesla.blogspot.com

Keywords: monster yeti, abominable snowman, salju, girl, fakta unik, mitos, legenda, makhluk aneh, penampakan

Posting Komentar untuk "Misteri Yeti, Monster Penghuni Pegunungan Bersalju"