Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sumanto, Kanibal dari Indonesia

Sumanto.jpg

Kanibalisme di zaman modern ini masih tetap ada. Para pelakunya melakukan hal gila tersebut dengan berbagai motif. Banyak kasus-kasus kanibalisme di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Bagi kita orang Indonesia, jika berbicara mengenai kanibalisme maka otomatis pikiran kita akan tertuju pada seorang pria bernama Sumanto. Kenapa? Karena dia adalah pelaku kanibalisme paling menggemparkan di negara ini. Lantas, siapa itu Sumanto?

Sumanto lahir di Pelumutan, Jawa Tengah pada 3 Maret 1972 dari pasangan Nuryadikarta dan Samen. Ia merupakan anak sulung dari lima bersaudara yakni Mulyati, Karyono, Maryati, dan Mulyanto. Sumanto sempat menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Pelumutan 1. Namun, keinginannya untuk masuk ke SMP Negeri 1 Kemangkon terhalang karena nilai ebtanas murni (NEM) yang diraihnya tidak mencukupi. Sumanto kemudian mengulang kelas 6 di SD Negeri Pelumutan 2, dan ia lulus setahun berikutnya. Ia akhirnya diterima di SMP pilihannya yang berjarak 3 km dari rumah.

Meskipun pada awalnya keluarganya hidup berkecukupan karena warisan yang diterima ayahnya dari kakek dan neneknya, namun kesulitan ekonomi akhirnya melanda keluarganya. Saat duduk di bangku kelas 3 SMP, Sumanto putus sekolah karena beberapa alasan tertentu.

Sumanto memiliki 2 orang mantan istri. Ia bertemu istri pertamanya, Sutrimah, saat bekerja di Lampung. Pernikahan ini tergolong singkat karena faktor kekerasan dalam rumah tangga. Setahun setelah bercerai dengan Sutrimah, ia menjalin hubungan dengan seorang janda bernama Tugiyem, warga Lampung yang juga bekerja di perusahaan tebu tempat kerja Sumanto. Mereka menikah pada tahun 1993 dan dikaruniai seorang putri bernama Titis Wahyu Widianti. Setelah menikah lagi, ia menjadi jarang pulang ke rumah dan hanya sesekali kembali. Kekerasan rumah tangga seringkali terjadi dan pernikahan ini pun berakhir dengan perceraian.

Sumanto mulai dikenal setelah melakukan aksi kanibalisme. Ia mengaku sudah memakan 3 manusia. Motifnya adalah untuk mempelajari ilmu hitam yang mana mengharuskan Sumanto memakan 7 orang namun ia baru memakan 3 orang saat ditangkap. Selain motif mempelajari ilmu hitam beberapa hal diduga juga menjadi pemicu aksi Sumanto seperti kemiskinan dan gangguan jiwa.

Sumanto mempelajari ilmu hitam dari Taslim ketika ia berada di Lampung. Kesempurnaan ilmu akan tercapai jika sudah menyantap 7 manusia. ”Tahun 1988, saya merantau ke Sumatera dan bekerja serabutan. Kemudian, beberapa lama di sana, saya kenalan dengan Taslim yang sekaligus menjadi guru saya. Agar menemukan kedamaian yang abadi dan bisa menghidupkan orang mati, Taslim meminta agar saya makan 7 orang. Terus, kalau ingin lebih hebat lagi agar memakan 21 orang. Kalau masih pingin lebih hebat lagi, harus memakan 41 orang. Saya sendiri memilih yang tujuh orang,” kata Sumanto.

Ia memakan dua orang korbannya ketika ia bekerja di Lampung. Korban pertama adalah rekan seperantauan, dan yang kedua adalah penjahat yang akan merampoknya. Setelah dibunuh, mayat ditarik ke tengah perkebunan. Sebelum disantap, korban dikuliti lebih dahulu. Mayat satu orang itu dihabiskannya dalam waktu sehari semalam. Hanya tulang dan organ dalam yang tidak disentuh dan dibiarkan membusuk di tengah rimbunnya pohon tebu. Yang ketiga adalah Mbah Rinah, warga Desa Srengseng Kecamatan Kemangkon, yang dicurinya dari kuburan, 16 jam setelah pemakamannya.

"Sebenarnya, mayat Mbah Rinah akan dihabiskan malam itu, tapi hari sudah keburu siang. Setelah terdengar azan subuh saya bungkus kembali dengan karung lalu saya kubur di depan rumah, takut ketahuan orang," kata manusia kanibal itu. Sumanto makan daging mayat Mbah Rinah dengan tujuan agar arwahnya bisa hidup kembali. Berdasarkan pengakuannya, sekarang ini, Mbah Rinah hidup di dalam tubuh Sumanto.

Lalu, bagaimana rasa daging manusia menurut Sumanto? Menurutnya, daging manusia tidak enak, berbau menyengat dan terlalu banyak lemak. Lebih enak daging anjing, tikus, atau kucing. Namun, keunggulannya setelah makan daging manusia hatinya terasa lebih tenteram.

Setelah membongkar serta mengobrak-abrik seluruh isi rumah Sumanto, polisi menemukan tulang belulang manusia. Seperti tengkorak manusia, tulang kaki, tangan, tulang iga, dan sebagainya. Sebagian dijadikan bantal untuk tidur sebagian lagi disimpan di kolong tempat tidur. "Bau khas tulang manusia membuat hati saya tenteram dan bisa tidur nyenyak,” kata Sumanto.

Ada kemungkinan juga korban dari tindakan kanibalisme Sumanto bukan 3 seperti yang dia akui. Polisi juga menemukan sarung dan celana panjang bukan milik Sumanto ketika menggeledah rumahnya. Menurut Tumirah, penduduk setempat, sarung dan celana tersebut milik suaminya, Mistam, yang hilang 1,5 tahun lalu. Mistam adalah tukang pijat teman dekat Sumanto. Apakah Mistam termasuk korban kanibalismenya Sumanto?

Ia dihukum pidana selama 5 tahun, tetapi dibebaskan pada tanggal 24 Oktober 2006 yang bertepatan dengan Hari Idul Fitri, setelah beberapa kali mendapatkan remisi. Ia kemudian ditampung di rumah rehabilitasi An-Nur, Bungkanel, Karanganyar, Purbalingga. Sumanto ditempatkan di pesantren karena warga desanya di Purbalingga tidak menerima kembali Sumanto. Lima kali ia mencoba pulang, lima kali pula ia mendapat penolakan dari warga.

Haji Supono, pengurus panti rehabilitasi An-Nur, mengatakan jika Sumanto sudah mulai menunjukkan peningkatan dalam proses penyembuhannnya setelah didiagnosis gangguan jiwa. Menurutnya Sumanto mampu membaca Alquran bahkan dibeberapa kesempatan Sumanto mengumandangkan azan.

Suatu ketika Supono yang merupakan pencinta burung, menyuruh Sumanto untuk merawat burung kicau miliknya. Namun, bukannya merawatnya dengan benar, Sumanto malah melepaskan semua burung miliki Supono yang memiliki harga cukup mahal tersebut. Menurut Sumanto, ia melepaskan burung-burung tersebut karena merasa iba. Ia tidak tega burung-burung harus terpenjara dalam sangkar dan tidak bisa menghirup udara bebas. "Itu kan burung berhak hidup bebas, kasihan kalau dikurung," kata Supono menirukan jawaban Sumanto.

Burung-burung tersebut layaknya Sumanto yang hanya bisa berada di panti rehabilitasi dan tak bisa kemana-mana. Ia memang tak dipenjara di sana, namun selain panti rehabilitasi itu, tempat mana lagi yang akan menerima Sumanto setelah di kampung halamannya saja ditolak oleh warga. Jika Sumanto pindah ke kampung kalian apakah kalian akan menerimanya dan menganggapnya sebagai warga biasa pada umumnya? Saya pikir akan sulit bagi masyarakat manapun menerima Sumanto setelah melihat masa lalunya, paling-paling Sumanto hanya bisa pindah dari panti rehabilitasi satu ke panti rehabilitasi lainnya, layaknya burung yang terkurung dalam sangkar, pindah dari sangkar ke sangkar lainnya.

Sumanto sepertinya sangat ingin diterima kembali di masyarakat namun tindakannya sudah membuat stigma mengerikan menempel dalam dirinya. Ia bahkan sempat mengungkapkan ingin menikah dan hidup bersama wanita yang bisa menerima dirinya apadanya. Supono bahkan mengatakan akan menanggung biaya resepsi jika ada wanita yang bersedia menikah dengan Sumanto. "Sudah saya umumkan. Biaya nikah saya tanggung, mau nikah di hotel mana silakan saya tanggung. Tapi tidak ada yang mau sampai sekarang," kata Supono.

Baca juga: Issei Sagawa, Kanibal Terkenal dari Jepang

Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita, jika kita ingin berbuat kejahatan atau sesuatu yang menyimpang maka pikirkan baik-baik. Hukuman penjara mungkin bisa berakhir tapi bagaimana dengan sanksi sosial dari masyarakat yang akan terus menganggap kalian sebagai kriminal dan pendosa.

Referensi:
www.wikipedia.org
www.aceh.tribunnews.com
www.jambi.tribunnews.com
www.semarang.kompas.com
www.boombastis.com
www.detik.com
www.viritarossa.wordpress.com

Keywords: sumanto al qurtuby, sekarang, full movie, lintang, meme, adalah, meninggal, kanibal, kasus

Posting Komentar untuk "Sumanto, Kanibal dari Indonesia"